Catatan Hati Seorang (Mantan) Mahasiswa Perikanan
Suatu malam kira-kira tiga tahun lalu saya bertemu seorang teman satu sekolah dulu di angkutan umum menuju rumah, kebetulan kami satu kompleks dan rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah saya. Seperti yang sudah-sudah, pertanyaan pertama yang meluncur darinya (dan dari semua teman semasa sekolah dulu) adalah, “kuliah dimana lo?” lalu diteruskan dengan, “jurusan apa?”. Saya pun menjawab, dan dia memandang saya dengan wajah setengah heran dan setengah menahan tawa saat saya jawab bahwa saya mengambil jurusan budidaya perikanan.
“Yang bener? Mau ngapain lo?” dia bertanya masih dengan ekspresinya yang seperti tadi. Saya hanya bisa nyengir dengan sangat awkward, seraya berkata dalam hati, ‘menurut ngana?!’
Dia sepertinya menyadari sikapnya yang kelewat frontal dan segera berkata bahwa di bank tempatnya bekerja ada seorang temannya yang lulusan peternakan, jadi bisa saja seorang sarjana perikanan bekerja sebagai bankir juga. Di balik itu tentu saja dia masih tidak bisa menyembunyikan ekspresi semacam ‘mau jadi apa lo nanti?’, yang jelas-jelas terbaca oleh saya. Oh, dia sendiri baru saja lulus dari D3 Akuntansi salah satu universitas ternama. Tentu saja, dengan jurusan itu orang akan beranggapan lebih mudah untuk mencari kerja. Saya sendiri bisa dibilang salah jurusan, karena menjadi mahasiswa perikanan gara-gara ‘keterpaksaan’. Awalnya saya memilih jurusan lain dan jurusan perikanan sebagai cadangan, namun rupanya Allah sudah berkehendak dan bubur tidak bisa lagi diubah menjadi nasi, jadi yah..dijalani saja.
Sebenarnya tidak hanya teman saya itu, sudah beberapa kali saya ditanya dengan pertanyaan umum mengenai kuliah oleh orang yang tidak sengaja bertemu di angkutan umum, random memang, tapi saya yakin semua orang pernah mengalami hal yang sama. Kebanyakan dari mereka bereaksi sama seperti teman saya, mengerutkan dahi, bingung, dan semacamnya. Mungkin mereka heran di zaman serba modern seperti ini mengapa masih ada anak muda yang hanya memikirkan cara memelihara ikan saja, yang bahkan semua orang bisa melakukannya. Pada dasarnya menjadi seorang mahasiswa perikanan bukan hanya mempelajari tentang memelihara ikan mas koki, membersihkan akuarium atau kolam, memancing, atau bahkan menyajikan pecel lele secara baik dan benar. We learn more than that.
Jika kami memelihara ikan mas koki, kami mempelajari bagaimana caranya membuat sepasang ikan mas koki berhasil beranak-pinak, beserta teknik-tekniknya, fisiologi reproduksinya, bahkan tidak tidur beberapa malam untuk melihat perkembangan saat ikan masih berupa telur sampai menetas, serta bagaimana caranya agar ‘bayi’ ikan yang biasa disebut benih itu berhasil bertahan hidup sampai dewasa kemudian menghasilkan keturunan lagi. Jika bicara masalah wadah atau sistem tempat ikan hidup berupa akuarium, kami juga mempelajari bagaimana caranya supaya lingkungan buatan sesuai dengan ikan sama dengan lingkungan asli mereka di alam, bagaimana caranya menjaga agar keadaan di dalam akuarium tetap bersih tanpa harus terlalu sering dibersihkan, dan hal-hal lain yang tentu tidak akan diketahui orang awam kecuali mereka mau mempelajarinya sendiri. Dan jika kami belajar memancing, maka alat yang kami pelajari bukan hanya alat pancing berupa sebilah bambu dengan tali, mata kail, serta umpan hidup di ujungnya, sebagaimana yang biasa digunakan oleh orang-orang di tempat pemancingan umum, atau alat pancing ala-ala acara memancing di salah satu stasiun televisi yang lebih canggih dari sebatang bambu dan tali itu, tapi kami mempelajari alat yang tidak hanya bisa menghasilkan satu ikan dalam satu kali memancing, tapi berton-ton ikan yang bisa cukup untuk memberi makan satu negeri. Lalu jika kami mempelajari bagaimana menyajikan ikan menjadi sesuatu yang menarik untuk dimakan (selain pecel lele, tentu saja), maka kami juga mempelajari bagaimana untuk membuat ikan segar agar dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama sebelum dikonsumsi (tanpa pemberian bahan-bahan berb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar