Ikan Kayu (Katsuobushi)
Ikan kayu (dried bonito stick) atau yang lebih dikenal sebagai Katsuobushi adalah produk tradisional yang dibuat melalui tahapan-tahapan, menurut Nasren dan Irianto (1987) dalam
Giyatmi (1998) tahapan tersebut meliputi meliputi penyiangan dan
pemotongan, perebusan, pengasapan pertama, penambalan, pengasapan
tahapan kedua, Pengeringan dan penyerutan, dan fermentasi.
a. Penyiangan dan pemotongan
Proses
ini meliputi pembuangan kepala dan isi perut, pembuatan fillet dan
pemotongan dalam bentuk lain. Untuk fillet yang berbobot kurang dari 3
kg dipotong menjadi dua bagian, yang biasa disebut kome-bushi. Sedangkan fillet akan berukuran besar menjadi 4 bagian, yang disebut honbushi. Khususnya untuk honbushi dipisahkan lagi menjadi male-fushi atau o-bushi untuk bagian punggung dan femade-bushi atau me-bushi untuk
loin bagian perut (Tanikawa 1971 dan ismi 1971 dalam Giyatmi 1998).
Hasil survei yang dilaporkan oleh Lubis (1980) dalam Giyatmi (1998)
bahan baku yang digunakan oleh perajin Indonesia dibedakan antara ika
yang berbobot kurang dari 2,5 Kg dan lebih dari 2,5 Kg.
b. Perebusan
Perebusan
dilakukan dengan cara meletakkan ikan pada suatu baki dengan susunan
yang teratur dan posisi lurus. Perebusan dilakukan pada suhu 80-850C untuk daging ikan segar dan 90-950C
untuk daging ikan yang kurang segar. Suhu dinaikkan perlahan-lahan
kira-kira 20 menit sampai mendidih. Setelah mendidih perebusan
diteruskan sampai 45-60 menit untuk Komebushi dan 60-90 menit untuk hunbushi. Selanjutnya didinginkan dan dibuang duri serta tulang-tulang kecilnya.
c. Pengasapan
Pengasapan
merupakan salah satu cara pengawetanikan agar tahan lama, selain
memasak juga mengeringkan ikan serta memberi rasa yang khas pada ikan
yang diasap (Irawan 1995 dalam Nurhaeruningsih 2000). Beberapafaktor
yang mempengaruhi proses pengasapan adalah suhu pengasapan, kelembaban
udara, jenis kayu yag digunakan dan ketebalan asap (Wibowo 2000 dalam
Nurhaeruningsih 2000).
Proses
pegasapan dibedakan menjadi dua macam yaitu pengasapan panas dan
pengasapan dingin. Pengasapan panas menggunakan suhu (65-80) 0C selama 3-5 jam, sedangkan pengasapan dingin menggunakan suhu (30-40)0C selama 4-6 minggu.
Pengasapan dalam proses pembuatan ikan kayu bertujuan menurunkan kadar air, sehingga membentuk tekstur
yang keras pada ikan kayu. Pembuatan ikan kayu menggunakan cara
pengasapan dingin dengan waktu yang lama dapat mencapai kadar air yan
cukup rendah (Motohiro 1989 dalam Nurhaeruningsih 2000).
d. Pengeringan dan penyerutan
Pengeringan
dilakukan dengan sinar matahari (penjemuran). Setelah pengeringan tahap
pertama tingkat kekeringannya harus mencapai 60% pada bagian penggung
dan 40 % pada bagian perut (Ismail 1971 dalam Giyatmi 1998). Setelah kering,
ikan disimpan di dalam kotak sampai 3-4 hari hingga tekstur menjadi
agak lunak, selanjutnya permukaan diserut hingga halus. Setelah
penyerutan, permukaan daging ikan kaering berwarna coklat cemerlang.
Kemudian fillet dijemur kembali sampai 2-3 kali. Wada et al (1992)
dalam Giyatmi (1998) menambahkan bahwa selama pengeringan permukaan
daging digaris-garis dengan pisau selama 2 mm. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan tempat bagi tumbuhnya kepang.
e. Fermentasi
Ikan yang telah kering ditempatkan didalam sebuah kotak dan disimpan seama 13-14 hari, sehingga akan tumbuh kapang (terutama Penicilium dan Aspergillus)
dipermukaan secara alami. Tahap ini adalah fermentasi tahap pertama.
Ikan diambil dan diletakkan di udara terbuka (diangin-anginkan),
selanjutnya dijemur dibawah sinar matahari. Setelah kering, kapang yang
tumbuh lebat atau yang tidak diinginkan dibuang dengan sikat, kemudian
dipindahkan ke kontak lain untuk fermentasi tahap kedua. Fermentasi
diulang sampai empat kali, dengan pertumbuhan kapang semakin banyak.
Warna permukaan ikan akan berubah dan hijau keabu-abuan menjadi coklat
muda yang merupkan karakteristik dari katsuobushi. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 300C, dengan kelembaban relatif (RH) 80% selama 30 hari (Wada et al 1992 dalam Giyatmi 1998).
Ikan kayu yang difermetasi lebih lama dikenal sebagai produk tradisonal
jepang yang dimanfaatkaan sebagai bumbu masak (penyedap), dengan cara
menyerut ikan kayu dengan pisau tajam menjadi serpihan tipis,
selanjutnya ditambahkan air panas sebagai stok untuk pembuatan soup dan
beberapa masakan.
Di
Indonesia, ikan kayu juga menghasilkan komoditas komersial untuk
diekpor. Daerah produki ikan kayu ini terutama terdapat di Sulawesi
Utara dan Sumatera Utara (Lubis 1980 dalam Yusma Yennie 1998). Sesuai
dengan permintaan negara pengimpor, ikan kayu yang dihasilkna hanya
merupaan produk setengah jadi, yaitu produk yang sudah diasapi,
dikeringkan tanpa dilakukan proses penumbuhan kapang, yang disebut arabushi.
Biasanya penjamuran dilakukan sendiri di negara tersebut dengan cara
khusus untuk mengontrol pertumbuhan (Hanafiah et al 1984 dalam Yusma
Yennie 1998).
Sebagai
produk tradisional Jepang mempunyai sejumlah proses pengolahan yang
sejenis yang merupakan turunan dari proses pembuatan Katsuobushi. Dari beberapa jenis tersebut, Jepang hanya mengimpor dari negara lain dalam bentuk arabushi (Sjef van Eys 1983 dalam Yusma Yennie 1998).
Daftar Pustaka
Yusma Yennie 1998. Skripsi. Teknik Pembuatan dan Penyimpanan starter cair kapang Eurotium repens untuk fermentasi ikan kayu (Katsuwobushi). THP-FPIK : IPB
Giyatmi 1998. Thesis. Isolasi dan Identifikasi Kapang Pada Pembuatan Ikan Kayu (Katsueobushi) Cakalang (Katsuwonus pelamis L.) Dengan Fermentasi Alami. Pasca sarjana. IPB
Nurhaerunningsih 2000. Skripsi. Proses Pembuatan Katsuobushi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan Menggunakan Starter Polikultur Aspergillus sp. THP-FPIK : IPB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar